Sebagaimana Menikah Adalah Ibadah, Taaruf Bukan Tren
Ada seseorang yang mau menikah karena sudah masuk usia menikah yang umum dalam standar masyarakat. Ada seseorang yang ingin menikah karena semua teman telah menikah dan ia merasa tidak punya siapa-siapa lagi untuk diajak bersenang-senang. Ada seseorang yang ingin menikah karena bosan dengan rutinitas yang ada saat ini, lelah bekerja, lelah belajar—berlaku untuk perempuan, karena laki-laki biasanya berpikir untuk lebih giat berusaha sebelum meminang.
Munculnya keinginan yang bersifat emosional ini membuat seseorang kemudian menjadikan pendekatan yang tidak bisa disebut taaruf sebagai taaruf. Kenapa tidak sesuai? Karena mereka biasanya hanya ingin tanpa mengetahui konsekuensinya dengan baik.
Niat adalah yang utama
Allah berfirman bahwa semua manusia mendapatkan balasan sesuai dengan apa yang diniatkan, jadi seperti yang kita semua ketahui bahwa menikah adalah ibadah seumur hidup, alangkah baik jika tujuan yang dimiliki juga baik. Agar tujuan itu dapat menjadi pintu untuk mencapai rida-Nya.
Sebagaimana menikah yang merupakan ibadah, seharusnya taaruf bukan tren yang dapat dipakai untuk memuluskan keinginan emosional saja, melainkan sebuah pintu dalam mencapai hubungan yang menentramkan. Ini memerlukan persiapan yang tak kalah matang dari menjalani pernikahan itu sendiri, sebab di sinilah kunci seseorang dalam menemukan pasangan yang tepat untuknya.
Ingat kembali bahwa orang yang baik tidak selalu bisa menjadi seseorang yang cocok untuk kita. Tidak ada cara baik yang dapat dilakukan seseorang sebelum bertaaruf, selain beberapanya ada di bawah ini ;
1. Mengenali tujuan dalam menikah itu sendiri
Apakah tujuan menikah sudah diluruskan, bukan lagi karena mengikuti musim menikah yang ada di sekitar, tetapi tahu betul kenapa kamu mau menikah.Jika tujuannya karena lelah dalam berlelah-lelah menafkahi diri sendiri, maka siapa yang bisa menjamin jika setelah menikah tidak akan ada satu dua hal yang tetap mengharuskanmu bekerja.
Jika tujuan menikah karena semua teman menikah dan kamu merasa tidak akan ada teman yang bisa diajak ke mana-mana, tidak ada jaminan bahwa setelah menikah kamu akan selalu dekat dengan pasanganmu.
Intinya jangan berekspektasi yang duniawi dan tidak realistis, padahal kehidupanmu yang lelah saat ini merupakan hal paling realistis yang dapat terjadi kapan pun tak peduli statusmu.
2. Mengenali diri sendiri
Tuntaskan pengenalan terhadap diri sendiri, karena ketika mampu mengenal diri sendiri dengan baik maka kamu bisa memutuskan untuk bersama dengan seseorang yang seperti apa. Sebab sekali lagi seseorang bisa saja baik, tetapi sifat yang dimiliki orang baik tersebut belum tentu cocok dengan kita. Maka ketika mengenal diri sendiri, kita jadi tahu sifat seperti apa yang cocok dan tidak dengan kita.
3. Mempersiapkan diri
Persiapan diri bukan berarti hanya mempercantik penampilan dan mempelajari tentang dunia pernikahan, tetapi lebih dari itu ada sesuatu dari diri kita yang perlu dipelajari dengan baik lagi. Seperti belajar mengenal dan mengendalikan emosi, apakah ada luka dari masa kecil yang mempengaruhi kita saat ini, sudahkah timbul kesadaran bahwa menikah itu realitasnya tidak selalu menyenangkan seperti yang ada di media-media.
Persiapkan dengan baik
Tiga persiapan di atas mungkin tampak sepele dan kamu merasa telah menguasainya dengan baik, tetapi tidak ada yang bisa menjamin jika alam bawah sadar sudah bisa diajak bekerja sama. Karena butuh waktu yang tidak sebentar dalam menanamkan kesadaran terhadap tiga hal di atas, butuh rasa tidak lelah untuk menggali ke dalam diri sendiri.
Sebab manusia biasanya merasa sangat mampu dalam menilai orang lain, bertanya apakah pasangan taaruf mereka memahami tentang ini dan itu, apakah mampu membuat diri mereka menjadi lebih baik atau tidak. Padahal yang bertanggung jawab terhadap diri sendiri, terhadap keinginan untuk bertaaruf, dan menjemput kekasih hati adalah keinginan diri sendiri.
Taaruf bukan tren
Oleh karena itu, jangan mencoba untuk mengikuti tren taaruf, karena taaruf itu sendiri bukan tren. Jangan mencoba mempertanyakan orang lain sebagai pasangan taaruf kita jika kita sendiri belum mampu mempertanyakan kepada diri sendiri, mengenali diri sendiri, dan mengendalikan diri sendiri.
Mudah-mudahan kamu menjadi satu dari sekian orang yang menyadari ini sebelum mencoba untuk bertaaruf. Kembalilah duduk, ambil napas, dan berdiskusi dengan diri sendiri.