Ekspektasi Tentang Menikah yang Indah, Bisa Jadi Membuatmu Kecewa
Di era sosial media ini banyak sekali informasi yang bisa kita dapatkan tentang kehidupan berumah tangga. Bahkan terasa semakin dekat dan nyata karena biasanya informasi tersebut dibagikan oleh pasangan itu sendiri.
Cerita-cerita yang kita dapatkan juga beragam, seperti indahnya pernikahan, suka duka pernikahan, sampai kekerasan dalam pernikahan itu sendiri. Sayangnya banyak dari calon pasangan justru berekspektasi alih-alih belajar dan mempersiapkan diri. Ekspektasi ini muncul murni karena pikiran sendiri dan hanya bisa diatasi oleh kita sendiri, tentu calon pasangan juga perlu belajar untuk mengontrol ekspektasinya.
“Apa sih, nanti juga tahu sendiri. Nggak perlu lah belajar-belajar.”
Nah kalau gitu jawab ini dulu deh, apakah kamu tahu kalau kebahagiaan itu tanggung jawab kita sendiri dan bukan tanggung jawab pasangan? Kalau belum tahu yuk lanjut baca dan belajar bersama. Karena ekspektasi yang tinggi cukup memberikan dampak tidak baik seperti rasa kecewa yang terus-menerus, merasa tidak ada kecocokan, dan sebagainya.
1. Sikapnya tidak selalu sama
Banyak yang merasa kalau sikap pasangan berubah pasca menikah, sampai meme-memenya ramai sekali di-share oleh kalangan istri maupun suami. Kebanyakan sih kalangan istri ya. Ada yang bilang suami setelah menikah jadi dingin sedangkan istri merasa makin cinta.
Hal itu benar terjadi tidak sih?
Sebenarnya kita semua bukannya berubah ya? Kamu dan dia sama-sama berubah, banyak hal terjadi setelah menikah. Rutinitas baru, tanggung jawab baru, dan kehidupan yang bisa jadi sangat berbeda dari sebelum menikah.
Itu semua membuat pikiran jadi bercabang karena adaptasi, atau malah pikiran dipaksa untuk memikirkan satu hal secara terus-menerus sampai tidak bisa memikirkan yang lain. Misalnya saja suami, dia bekerja karena tanggung jawab baru dalam hidupnya, di dalam kepalanya hanya bagaimana cara supaya jangan sampai tidak bisa menafkahi istri. Dia berpikir bukti cintanya itu ya apa yang dia lakukan untuk menafkahi istri. Namun, sebaliknya istri merasa suami tidak lagi seperhatian saat awal dulu.
Padahal yang namanya hidup tentu saja tidak statis, ada pergolakan emosi yang turut mempengaruhi suasana hati dan sikap. Begitu pula dengan istri, barangkali di awal menikah dia sangat manis dan lemah lembut, tetapi karena rutinitas dan tanggung jawab yang baru, dia bisa jadi berubah menjadi lebih mudah tersinggung dan cemberut.
Ini semua tentang komunikasi, suami dan istri bisa saling mengutarakan perasaan satu sama lain, cari waktu yang tepat untuk bicara. Kalau tidak begitu ya perasaan negatif akan terus mengikuti. Lalu yang terpenting adalah kesadaran bahwa hidup ini tidak selalu menyenangkan dan tidak selalu lurus-lurus saja.
2. Selalu memprioritaskan bersamamu
Jika kamu berpikir menikah berarti selalu bersama, maka kamu akan menemui kekecewaan. Iya tentu saja kalian akan jadi lebih sering bertemu di luar jam kerja, apalagi jika kalian bekerja dari rumah. Namun, tantangannya adalah ketika kamu dan dia punya waktu kerja sendiri dan dia menghabiskan waktu bersama temannya di akhir pekan.
Seperti halnya kamu, dia juga punya teman, dia punya kehidupan sebelum bertemu kamu. Mungkin saja awal menikah dia lebih senang bersamamu, tetapi hidup ini perlu memasukkan rutinitas yang lain supaya kita tidak merasa bosan.
“Kok bosan sih?”
Ya, itu manusiawi. Dia atau kamu tidak bosan bersama kok, hanya ingin menyegarkan diri saja. Kamu dan dia mungkin sangat suka menghabiskan waktu bersama, tetapi pasti ada sekali waktu kalian ingin bertemu teman sendiri, menghabiskan waktu di luar sendiri. Apalagi jika kamu tipe introver yang suka overwhelmed dan sendiri adalah pengisian energi bagimu.
Lalu begini deh, jika kamu dan dia tidak tahu cara berbahagia dengan diri sendiri, percaya deh kamu atau dia akan bergantung sepenuhnya kepada satu sama lain. Di sisi lain ini bagus, tetapi ketika dia atau kamu ada kesibukan dalam jangka waktu lama dan kalian merasa tersisihkan, duniamu terasa kosong, kesepian, dan merasa tidak diperhatikan, itu pasti akan jadi toxic pada akhirnya.
“Perhatikan aku dong, kok kamu senang di duniamu tanpa mengajakku?”
Kalau diterjemahkan seperti itu.
Apa itu tidak menyiksa? Menyiksa perasaanmu dan dirinya tentu. Ini bukan berarti kalian tidak boleh merasa rindu dan merajuk manja ya, no, of course not.
Kesimpulan
Itu tadi dua hal yang sering menjadi ekspektasi calon pasangan sebelum menikah, yang kadang-kadang jika tidak kita coba untuk sadari akan menjadi perasaan remeh yang terus menumpuk dan menumpuk, lalu memberikan dampak yang cukup buruk.
Kita kadang tidak sadar sedang menjadi toxic. Kita baru sadar saat kita membaca artikel seperti ini, dan terus bertanya kepada diri sendiri apakah kita ini sedang toxic atau tidak ketika melakukan sesuatu kepada pasangan.
Kesimpulannya adalah, jangan berekspektasi terlalu tinggi kepada pasanganmu. Dia adalah manusia yang tidak sempurna dan ketidaksempurnaan itu manusiawi, sebagaimana kamu dan ketidaksempurnaanmu ingin diperlakukan manusiawi.
Selamat belajar dan bertumbuh ya, ajak pasangan atau calon pasanganmu membaca ini. Semoga kalian sama-sama menurunkan ekspektasi kepada satu sama lain untuk belajar dan menemui hal-hal mengejutkan dari satu sama lain.