Memantaskan Diri untuk Jodoh atau Diri Sendiri?
Sepanjang waktu manusia selalu diingatkan untuk menjadi lebih baik lagi dan lagi. Setiap saat manusia diminta untuk memperlihatkan hal-hal menyenangkan di depan orang lain, dan alangkah lebih baik jika mereka tidak menunjukkan satu pun kesedihan atau permasalahan yang dialami. Entah peraturan dari mana, tetapi hal ini menjadi sebuah kewajaran yang apabila ditentang dapat membuat seseorang terlihat aneh.
Begitu pula dengan anjuran memantaskan diri untuk calon pasangan.
Topik yang kita bicarakan saat ini adalah melakukan sesuatu untuk orang lain, bukan semata-mata karena ingin menjadi lebih baik atau berniat beribadah kepada Allah.
Rasulullah SAW bersabda: Sesungguhnya Allah tidak menerima amalan kecuali dengan niat ikhlas dan hanya mengharapkan balasan dari-Nya semata. (HR. An Nasai)
Mungkin manusia sudah biasa mengikuti standar society maka secara tidak sadar mereka melakukan sesuatu untuk membuktikan diri di depan orang lain. Karena manusia terlalu sibuk memikirkan banyak hal sampai tidak ada waktu untuk menelaah hatinya sendiri, setiap saat sibuk dikejar oleh sesuatu yang sebetulnya … tidak ada.
Jika kamu menemukan artikel ini dan merasakan hal yang sama, duduklah terlebih dahulu, ambil napas sejenak dan rasakan bahwa dirimu ada. Dirimu ada dan berharga, seseorang yang melakukan banyak hal untuk tetap bertahan hidup, melewati masa-masa sulit dengan baik walau harus menangis bermalam-malam. Allah menjadi satu-satunya yang menguatkanmu hingga berjalan sejauh ini, ingatlah bagaimana Allah memberi isyarat-isyarat cinta ketika kamu hendak roboh dalam rasa putus asa. Betapa … dirimu ini amat berharga dan dicintai-Nya.
Oleh karena itu, apa pun yang kamu lakukan, tidak ada yang lebih baik selain untuk dirimu sendiri yang dicintai oleh-Nya. Ketika kamu mencintai dirimu sendiri sebagai makhluk yang dicintai oleh-Nya, itu berarti kamu juga melakukannya untuk Allah.
Jadi yang harus kamu ketahui adalah :
Poin Pertama
Jadilah versi terbaik untuk dirimu sendiri, seseorang yang akan membersamaimu sampai akhir adalah dirimu sendiri, yang akan menghargai segenap proses. Tidak menghakimi ketika belum terlihat hasilnya dari luar karena lebih dari apa pun prosesnya membantumu belajar banyak hal. Orang lain tidak akan merasakan rasa syukurmu akan hal ini, tetapi dirimu sendiri mampu melakukannya.
Ketika tujuanmu bukan orang lain, tetapi diri sendiri, maka rasa syukur ini cukup untuk membuatmu berbahagia dan terus berproses untuk menjadi lebih baik, untuk menjadi versi terbaik dari dirimu sendiri.
Poin Kedua
Memantaskan diri untuk manusia lain cenderung membuat seseorang sibuk memuaskan ekspektasi orang lain dan lupa bahwa yang seharusnya dikejar adalah versi terbaik dari diri sendiri. Jika manusia sibuk memenuhi ekspektasi manusia lain yang tak pernah ada ujungnya, maka ketika yang didapat adalah decak kecewa orang lain, “harusnya bukan begini” padahal kamu sudah berusaha mati-matian, maka hatimu akan terluka.
Jadi, berhenti … berhenti menyiksa diri sendiri dengan berpikir untuk memuaskan ekspektasi orang lain. Karena tidak akan ada ujungnya. Manusia, sama seperti dirimu, ketika mengomentari sesuatu yang sudah bagus pasti tetap akan menemukan celah yang dinilai buruk. Berhentilah membuat dirimu lelah dan berakhir dengan menganggap diri sendiri buruk.
Pantaskanlah dirimu untuk diri sendiri yang akan berterima kasih dan turut merasa bahagia jika kelak prosesnya sampai pada titik yang memuaskan. Mudah-mudahan hatimu dikuatkan untuk terus berjalan dalam mencapai versi terbaik dari dirimu, prosesnya tentu akan melelahkan karena banyak orang akan berkata;
“Coba deh kamu jadi begini.”
“Kuliah ini aja bagus, kenapa kamu mau milih itu.”
“Belajar masak aja daripada belajar menulis.”
Dan lain sebagainya.
Padahal semua manusia punya porsi masing-masing, kamu juga begitu, tetapi kadang manusia lupa diri untuk menahan mulutnya padahal belum menilai lebih luas dan menyeluruh tentang seseorang, tentang dirimu, atau pikiranmu.
Semangat ya.