Kunci Menikah Adalah Persiapan Itu Sendiri
Persiapan pernikahan seperti baju pernikahan, undangan, katering, dan sebagainya tentu perlu dipersiapkan dan kadang-kadang ada saja kendalanya. Namun, ini adalah suatu kerepotan wajar bagi semua orang yang sedang mempersiapkan sesuatu untuk menjamu orang. Persiapan ini tidak perlu lagi dibahas karena sebetulnya setiap orang bisa bertanya pada pihak-pihak yang lebih profesional atau berpengalaman.
Lalu persiapan apa sih yang harus disiapkan lagi? Yaitu persiapan yang hanya diri kita sendiri nih sebagai calon pasangan yang bisa tahu kadar kesiapan atau keyakinannya.
Teruntuk kamu yang memutuskan untuk menikah dan sudah atau sedang bertaaruf dengan seseorang, sejak inilah usahamu dalam mewujudkan pernikahan yang sakinah mawaddah warahmah.
Berikut beberapa hal yang perlu kamu, hati, dan logikamu bekerja sama untuk memutuskan iya atau tidak bersamanya;
Bayangkan apakah kamu bisa bersamanya
Jika saat proses taaruf—saat kalian sedang berada dalam sesi saling mengenal—saja ada banyak hal yang membuatmu tertekan, ada sifatnya yang tidak bisa kamu toleransi, apakah kamu kemudian bisa tahan bersama dia selamanya? Apakah kamu bisa? Tanyakan kepada dirimu sekarang.
Karena jika saat taaruf sifatnya tidak kamu sukai, bagaimana jika saat menikah nanti? Kadang-kadang manusia bahkan bisa meledak karena satu hal sepele yang menyebalkan dan dilakukan berulang kali.
Banyak pernikahan berakhir karena tidak lagi sanggup bertahan terhadap situasi yang sebetulnya sejak awal mereka tahu, tetapi mereka merasa mampu menghadapinya padahal sebetulnya tidak. Mereka berpikir seharusnya mampu menerima situasi si dia karena tidak ada hidup yang sempurna, karena tidak mau dianggap materialistis dan sebagainya. Padahal sebenarnya kita bisa memilih. Bukan berarti kita terlalu angkuh menolak seseorang karena situasi mereka, tetapi itu lebih baik daripada meninggalkan saat sudah menikah.
Turunkan ekspektasi tentangnya
Setelah menikah nanti, kamu akan bersama dengan seseorang yang kehidupannya sama sekali berbeda denganmu, yang cara hidupnya juga berbeda denganmu. Sebaik apa pun seseorang, dia tetap hidup dengan cara yang sudah dijalaninya sejak kecil.
Misalnya saja begini, dia memang baik, tetapi dia tidak romantis seperti yang kamu harapkan. Dia memang baik, tetapi dia tidak suka melakukan apa yang kamu lakukan. Sehingga ada baiknya kamu sendiri tidak perlu menggantungkan ekspektasimu tinggi-tinggi.
Ini sangat perlu dipersiapkan sebagai seseorang yang siap menikah, karena akan lebih baik jika kita meminimalisir kemarahan yang tidak perlu. Seperti yang sudah kita singgung tadi, kita akan kesal terhadap hal kecil yang terus diulang. Nah, daripada mengharapkannya, lebih baik kamu belajar mempersiapkan kalimat untuk bilang padanya apa yang kamu mau. Atau mulai belajar menerima cara mencintai manusia lain yang bisa jadi berbeda denganmu, misalnya dimulai dari mengenali orang tua dulu.
Tentang keluarganya
Menikah berarti tidak hanya kamu dan dia, tetapi juga sepaket dengan keluarganya. Kamu perlu mengenal keluarganya, kebiasaan mereka, atau suatu kebiasaan keluarga besar yang mereka percayai dan otomatis calon pasanganmu juga percayai.
Apakah kamu bisa menerimanya atau tidak? Apakah calon pasanganmu bisa menjembatani antara dirimu dan keluarganya atau tidak? Maksudnya adalah, sebagaimana kamu menghormati apa yang mereka lakukan, pasanganmu nantinya harus menjembatani komunikasi agar keluarganya juga menghargaimu.
Semua tergantung padamu, jangan ragu untuk mengatakannya pada calon pasangan. Karena sekali lagi, keluarga pasangan juga orang yang dekat dengan keseharianmu. Namun, ada beberapa pasangan yang tetap bersama dengan baik meski ada terpaan ujian dari salah satu keluarga. Kuncinya ada pada suami dan istri, jika mereka saling menjaga maka bertahan bukan hal yang mustahil.
Oleh karena itu, di sini, di bagian ini penting untuk terbuka satu sama lain. Penting untuk dibicarakan apakah kalian bersedia untuk menjadi pelindung bagi satu sama lain?
Menjadi pribadi dewasa yang utuh
Sebelum memutuskan menikah kita sebagai individu dewasa yang mandiri sudah harus paham bahwa hidup ini terlalu berat jika digantungkan pada satu orang. Inilah kenapa di poin dua tadi kita harus realistis, jika tidak sanggup membersamai seseorang dari bawah ya tidak apa-apa. Daripada itu dipakai untuk menyakiti suatu hari nanti.
Namun, satu hal yang perlu diketahui adalah diri kita ini adalah tanggung jawab kita sendiri, sepenuhnya. Jika kamu menginginkan sesuatu, tentu harus berusaha, jika tidak berusaha sendiri tentu harus mau menerima seberapa pun hasil yang diperoleh orang lain untuk dirimu. Di sini konteksnya adalah nafkah dari suami ke istri dan kebahagiaan.
Suami memang ada kewajiban terhadap istri, tetapi bukan berarti istri bisa meminta semua yang dia mau tanpa memahami situasi dan kondisi padahal sejak awal sudah tahu.
Jadi bagaimana, setelah membaca ini apakah kamu semakin mantap untuk menikah atau merasa perlu mempersiapkan diri dulu? Tanyakan pada hatimu sendiri, dia tidak akan membohongi. Pada akhirnya mempersiapkan diri akan membawamu belajar lebih banyak, lalu menyadari jika belajar ini tidak akan berhenti,
Mudah-mudahan persiapanmu dilancarkan ya.