Sebelum Menikah Alangkah Baiknya Matangkan Ini Dulu
Beberapa kali mendengar cerita mengenai gagalnya pernikahan dapat membuat hati jadi berdebar dan tidak karuan, lalu muncul pertanyaan-pertanyaan tentang, “Apa yang harus dipersiapkan?” dan “Apakah mereka yang sudah menikah lantas gagal itu tidak berusaha mempersiapkan?”.
Satu atau dua cerita tidak bisa menjadi tolok ukur bahwa pernikahan pasti akan gagal, tetapi cerita itu justru seharusnya menjadi sebuah motivasi untuk saling belajar dan berjuang bersama pasangan dalam menaklukkan tantangan.
Kita tidak tahu apa yang terjadi dengan rumah tangga milik orang lain, tetapi kita tahu milik kita, hati kita, dan berusaha juga untuk mengenal calon pasangan. Tentu saja mengenal diri sendiri serta pasangan adalah sebuah keharusan yang tidak boleh dilewatkan, justru seharusnya mendapat perhatian khusus untuk pihak perempuan maupun pihak laki-laki.
Memang apa saja yang seharusnya disiapkan? Ini dia, sebelum menikah alangkah baiknya matangkan ini dulu ;
1. Belajar membangun komunikasi
Sebagai manusia dewasa kita harus belajar untuk membangun komunikasi, mulai mengutarakan apa yang dirasakan alih-alih memendam dan meminta orang lain untuk memahami. Tidak hanya mengode lalu marah-marah ketika keinginannya tidak dipenuhi, sebab kita bukan bayi yang tidak bisa bicara dan kita juga sudah memiliki cukup kosa kata untuk menyampaikan sesuatu yang kita rasa atau saat kita tidak nyaman.
Sebagai manusia dewasa kita juga perlu belajar untuk membangun komunikasi dua arah. Mau membuka percakapan ketika ada yang mengganjal alih-alih hanya meledak kepada orang lain, meski saling berbeda pendapat. Berdebat dengan sehat bersama orang lain atau pasangan juga perlu dilakukan, mungkin awalnya menakutkan, takut tidak mendapat jalan keluar yang baik, tetapi sebetulnya itu justru membuat kita tahu bahwa seburuk apa pun keadaannya kamu dan dia pasti tetap saling percaya pada satu sama lain.
2. Belajar mengatur emosi
Seperti yang kita ketahui bahwa emosi membuat seseorang memiliki kemungkinan tidak bisa mengontrol diri mereka, tetapi kita bisa belajar untuk mengontrolnya dan ini butuh dibiasakan. Jangan menunggu setelah menikah untuk belajar mengatur emosi, justru ketika tebersit keinginan itu sendirilah seharusnya sudah mulai mempersiapkan.
Seperti ketika kamu memiliki kecenderungan untuk curiga maka alangkah baiknya mulai belajar untuk percaya. Sebab untuk apa menikah jika tidak percaya? Itu hanya akan menyakiti kedua belah pihak, karena ini pula dibutuhkan belajar membangun komunikasi di awal tadi, untuk saling memberitahu dan terbuka.
Selain itu ada baiknya mulai menahan perkataan yang dihasilkan dari amarah, sebelum melepaskannya lebih baik menenangkan diri lebih dulu sehingga dapat berkomunikasi dengan dingin.
Tidak kalah penting adalah mengatur ekspektasi kebahagiaan yang terlalu tinggi dan digantungkan sepenuhnya pada pasangan. Bukankah berharap dibahagiakan terdengar terlalu egois? Lagi pula manusia tidak mampu atau tidak selalu mampu membahagiakan, dan hati kita juga tidak melulu bisa menerima cara membahagiakan orang lain karena bisa jadi tidak sesuai mau kita.
Akan lebih ringan jika masing-masing saling menghasilkan kebahagiaan lalu berbagi kepada satu sama lain. Ini agaknya PR yang lumayan menyita waktu untuk dibiasakan, jadi yuk mulai dari sekarang.
3. Belajar membicarakan hal sensitif dengan calon pasangan
Saling mengungkapkan keinginan di masa depan, rencana-rencana yang sudah dibuat dan tidak bisa tiba-tiba dibatalkan hanya karena akan menikah, atau hal-hal sensitif lainnya dengan calon pasangan akan membuat kedua belah pihak tahu apakah akan bisa bersama nantinya atau tidak.
Jangan menghindari fase ini hanya karena tidak mau merusak proses taaruf, justru inilah kunci pernikahan kalian.
- Sudah siap memiliki anak atau belum
Misalnya karena salah satu atau salah dua masih kuliah sambil bekerja, karena kondisi finansial belum stabil, atau malah masalah kesuburan. Coba ajak pasangan saling mengungkapkan pendapat tentang hal ini dan cari jalan keluar bersama.
- Keuangan
Keuangan saat masih sendiri memang urusan masing-masing, tetapi tentu saja jika sudah menikah akan ada yang berubah, seperti mempersiapkan biaya pendidikan anak, tabungan membeli rumah, dan sebagainya. Apalagi jika salah satu memiliki hutang, alangkah lebih baik untuk mengatakannya di awal dan bagaimana rencana keuangan setelah menikah yang berkaitan dengan hutang itu.
Oh iya, ini topik sensitif sekali, kedua calon pasangan bisa membahasnya dengan hati-hati supaya tidak menyinggung satu sama lain.
Dari pembahasan di atas kita bisa mengambil kesimpulan bahwa sebagian besar persiapan berkaitan erat dengan komunikasi dan stabilnya emosi. Kita tidak harus menunggu memiliki pasangan atau calon pasangan, justru sebetulnya ini adalah pelajaran dasar sebagai seorang manusia yang bisa digunakan untuk manusia lainnya, entah keluarga maupun teman.
Setelah membaca ini semoga teman-teman maupun calon pasangan (jika sudah ada) dimudahkan dalam mempersiapkan diri lebih baik lagi, atau malah jika belum memiliki calonnya teman-teman bisa mempersiapkan diri sejak sekarang. Bagi yang sudah menikah juga tidak ada kata terlambat untuk belajar menjadi pribadi yang lebih baik, bahkan bisa mengajak pasangan untuk belajar bersama.